Dalam buku "Enaknya Wartawan Olahraga", Sumohadi Marsis menceritakan betapa asyiknya menjadi seorang wartawan olahraga. Mantan pentolan Tabloid BOLA itu sudah berkeliling ke puluhan negara secara gratis. Ia juga sudah pernah menonton pertandingan-pertandingan akbar seperti Liga Champion Eropa, Piala Eropa, bahkan Piala Dunia. Semua itu ia dapatkan dengan gratis karena ditugaskan kantornya. Enak ya?

Selama magang di Harian Jogja, saya juga sudah mulai merasakan enaknya jadi wartawan. Kejadian paling gres kemarin siang (2/4), waktu saya diberi tugas liputan ke sebuah restoran steak di Jl. Taman Siswa. Ceritanya koran tempat saya magang ini hendak mengangkat soal steak di rubrik "Kuliner" edisi Minggu besok. Karena ada banyak restoran steak di Jogja, maka kru yang menangani edisi Minggu dipecah ke tiga restoran steak terkemuka. Saya kebagian yang di Jl. Taman Siswa itu.

Ini kali pertama saya liputan tentang kuliner untuk Harian Jogja. Dan, jujur banget nih, ini juga jadi kunjungan pertama saya ke restoran steak. Saya itu paling tidak suka makan di tempat-tempat seperti itu. Maklum deh, kantongnya masih tipis. Penghasilannya masih kembang-kempis tak tentu arah. Kan saya terdaftar sebagai anggota KPK alias Komunitas Publisher Kere? Hehehe...

Saya janjian ketemu dengan manajer resto tersebut sekitar jam 12. Tapi tidak benar-benar jam 12 sih, soalnya kami (tanpa sengaja) sama-sama berangkat ke tempat janjian setelah sholat dhuhur. Jadi ya begitu sampai sudah jam 12 lewat. Kebetulan saya datang lebih dulu, jadi sempat bengong dulu di resto yang sederhana tapi ramai itu.

Setelah menunggu beberapa saat, Pak Manajer akhirnya datang juga. Kami bersalaman, berbasa-basi sebentar di tempat saya duduk, kemudian Pak Manajer tersebut mengajak saya ke ruangan dalam. Bukan ruangan manajer yang full ac dan sejuk lho. Tapi ruangan yang sebenarnya juga berfungsi untuk menerima pelanggan. Berhubung siang itu pengunjung tidak terlalu ramai, ruangan tersebut kosong. Di sanalah kami ngobrol-ngobrol tentang steak dan terutama sekali menu-menu yang dijual di resto itu.

Seumur-umur, saya cuma sekali makan steak. Itupun sudah lama sekali, sekitar tahun 2001 saat kelas table manner di pendidikan pariwisata yang pernah saya ikuti. Setelahnya saya tak pernah lagi makan steak. Artinya, saya benar-benar buta tentang steak. Alhasil, siang itu sempat kedodoran juga saya mau tanya apa. Improvisasi sedikit plus modal muka tembok, akhirnya sukses deh membuat Pak Manajer yang ramah itu bercerita panjang-lebar tentang menu steak yang ada di restorannya. :)

Kurang-lebih satu jam kemudian obrolan selesai. Saya lalu minta ijin memotret steak sebagai gambar pelengkap. Bayangan saya sih saya bakal memotret steak yang hendak dihidangkan ke konsumen karena memang saya juga bilangnya begitu. Eh, lha koq ternyata Pak Manajer itu meminta tolong bawahannya untuk membuatkan satu porsi beef steak khusus untuk saya. Bukan itu saja, segelas milkshake vanilla juga dihidangkan sebagai pasangannya. Walah...

So, jadilah saya makan siang dengan menu beef steak dan milkshake vanilla gratis. Mau? Nih, saya kasih gambarnya saja. :)




Catatan: Sebenarnya cerita ini mau saya tulis semalam. Tapi berhubung saya ngantuk sekali setelah pulang dari kantor Harian Jogja, jadi baru sempat diposting sekarang sambil menunggu hujan berhenti. :)